Buat para emak-emak yang ingin merasakan petualangan alam ala-ala anak gunung tapi tanpa harus hiking berjam-jam sampai kaki gempor, Nepal Van Java di Dusun Butuh , Kecamatan Kaliangkrik , Kabupaten Magelang , adalah tempat yang pas. Mamak bisa rekomendasikan karena mamak sudah mengalami sendiri, bisa sampai di tempat  tertinggi di Nepal Van Java yang colorfull ini dan pulang dengan langkah gagah.

Begini ceritanya…

Waktu yang Paling Tepat untuk Berkunjung ke sini

Karena ingin mengejar cerahnya matahari pagi sebelum hilang tertutup mendung ( mengingat saat mamak ke sini adalah di musim hujan ), mamak dan teman-teman sudah meninggalkan Jogja pukul 6 pagi karena perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 jam bermotor. 

Rombongan kami terdiri dari 3 emak-emak berusia di atas 45 tahun dan seorang bapak-bapak berusia 50 tahun.  Dengan menunggangi 2 motor matic, kami membelah jalanan Jogja – Magelang dengan hati riang dan perut berdendang karena belum terisi sarapan nasi kucing tempe oseng mercon.

Nepal van Java Magelang
Rombongan STW

Kami memilih untuk berkunjung di pagi hari karena itu adalah saat terbaik untuk melihat dan menikmati keindahan tempat ini. Perkampungan dengan rumah-rumah penduduk yang berwarna-warni cerah dengan latar belakang gagahnya Gunung Sumbing , dan dinaungi langit biru dengan cerahnya sinar matahari pagi, menjadi lukisan alam yang mampu menghantarkan kedamaian dari mata turun ke hati. Pemandangan sempurna ini lebih mungkin untuk dijumpai di musim kemarau.

Nepal Van Java Magelang
Pemandangan sempurna Nepal Van Java di pagi hari

Bagaimana Mencapai Tempat ini

Berhubung ferari mamak sedang dipakai ke pasar oleh asisten rumah tangga mamak dan rubicon mamak sedang dipinjam oleh yang punya, terpaksa mamak dan rombongan memilih naik motor untuk datang kesini. Yah, mamak memang gitu orangnya, ngalahan.  Tapi selain itu juga memang lebih mudah menggunakan motor karena kondisi jalan yang tidak terlalu lebar , berkelok-kelok, dan agak curam.

Oh iya, saran dari mamak, kalau mau kesini, sebelum berangkat pastikan tangki bensin terisi cukup banyak ya, karena kondisi jalan yang menanjak membuat pemakaian bahan bakar menjadi lebih boros dari biasanya, dan ini terjadi di rombongan kami. Salah satu motor tiba-tiba saja tersendat, dan kemudian mati mesin mendadak. Setelah di cek, ternyata bensin habis bu ! Kami berempat langsung saling pandang, apakah ini artinya kami harus melanjutkan perjalanan dengan cengpat, bonceng papat (boncengan 4 orang) ?

Tetapi syukurlah, Tuhan Maha Baik , tak disangka-sangka di dekat kami berhenti ada warung kecil yang sebelumnya mamak pikir itu warung gorengan ( selalu tentang makanan ) tapi ternyata itu adalah warung penjual bensin eceran. Langsung saja kami mengisi bensin sampai full , dan segera melanjutkan perjalanan. Selamatlah kami dari ancaman cengpat yang sudah pasti akan menyesakkan dada itu.

Sebenarnya, kesini pakai mobil juga bisa, tapi harus yang kuat menanjak, dan supir harus punya skill menyetir yang setara dengan Dominic Toreto, atau bahkan yang lebih tinggi lagi, supir metromini , karena medan akan terasa sulit bagi supir yang hanya terbiasa dengan jalanan rata di perkotaan dan kendaraan matic.  

Kalau yang menggunakan kendaraan umum, bisa menggunakan bus jurusan Kota Magelang. Setelah sampai di kota ini , lanjutkan dengan kendaraan umum atau ojek ke arah Kaliangkrik. Jika sudah sampai di Kaliangkrik, tinggal melanjutkan dengan ojek sampai di Nepal Van Java.

Apa Saja yang Bisa Dilakukan Di Nepal Van Java

Setelah melewati jalanan yang berliku dan menanjak dengan pemandangan perkebunan sayur di kiri kanan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Jam menunjukkan pukul 8.00 pagi WIB.

Kekaguman mamak akan indahnya pemandangan sepanjang perjalanan semakin bertambah ketika dari parkiran kami bisa melihat rumah-rumah  warga yang beraneka warna dan terlihat seperti bertumpuk-tumpuk karena berada di kemiringan lereng Gunung Sumbing.

Ah, indah sekali ! Dalam pandangan mamak, rumah-rumah itu terlihat seperti jejeran kue  cupcake dengan topping aneka warna dan rasa.

Kalau bisa mengambil foto dengan menggunakan drone keindahan kampung ini akan lebih jelas terlihat .

Terus, kalau kesini , emang bisa ngapain aja ?

Eh bu ibu, mak mamak, banyak hal menarik yang bisa dilakukan di sini.

Jelajah kampung dengan ojek

Seperti yang sudah mamak bilang sebelumnya,  Nepal Van Java yang terletak di ketinggian sekitar 1600 mdpl adalah petualangan alam yang emak-emak friendly. Artinya, walaupun letaknya di tempat yang tinggi tetapi mudah untuk dicapai oleh para ibu-ibu , emak-emak, dan bapak-bapak yang sudah berusia 45 tahun ke atas.

Para above 40’s , yang ingin berjalan-jalan keliling kampung, atau bahkan ingin sampai di titik tertinggi di dusun ini, bisa naik ojek dengan hanya membayar 35 ribu rupiah saja, dan dimulai dari parkiran. Ojek akan dengan senang hati mengantarkan berkeliling ke seluruh sudut kampung , dan juga ke setiap spot foto yang instagrammable ,  yang memang di sediakan agar para pengunjung bisa mengambil foto dengan kepuasan yang tak terperi.

Dijamin, pulang dari tempat ini , di galeri handphone pengunjung akan punya persediaan foto yang cukup untuk upload di social media sampai beberapa minggu kedepan. ( Maaf, mamak hiperbola)

 Coba bayangin, keren kan kalo sesekali emak-emak  bisa posting foto ala-ala anak gunung, nggak melulu foto grup arisan dengan dresscode kembaran dan pose kaki maju satu dan tangan dibentangkan.

Nepal Van Java Magelang
Bukan grup emak-emak arisan

Hiking

Walaupun ada pilihan jelajah kampung dengan ojek, mamak dan teman-teman memilih untuk berjalan kaki, atau istilah dramatisnya hiking. Kami percaya, walaupun tua,  kaki-kaki kami cukup terlatih dengan sering berkeliling pasar traditional dan menyambangi banyak air terjun dengan ratusan anak tangga.

100 langkah pertama, seperti berjalan-jalan di taman bunga, ringan dan menyenangkan. Ratusan langkah selanjutnya terasa seperti berpindah dimensi ke negeri liliput, dimana semua terasa besar dan jauh buat mamak !   

Namun, kami tetap melanjutkan perjalanan. Lebih tepatnya , pendakian. Karena walaupun melintasi perkampungan, medan yang kami tempuh adalah jalan menanjak dengan kemiringan lebih dari 45 derajat, walaupun belum sampai vertikal. Tujuan kami adalah gardu pandang di dusun ini yang ada di ketinggian 1886 mdpl yang biasa disebut oleh penduduk setempat dengan Punthuk Nepal.

Penduduk lokal yang kami temui sepanjang perjalanan , mereka sangat ramah, selalu menyapa sambil melempar senyum hangat. Beberapa kali mamak hampir menyerah , hampir mencegat ojek yang lalulalang mengantar jemput pengunjung. Namun mamak dan teman-teman tetap percaya kami mampu. Bahkan salah satu ojek yang berpapasan sempat meneriaki kami “ semangaaattt bu ibuuu…!”. Entah tulus, entah sarkas.

Nepal Van Java Magelang
emak-emak butuh ngaso

Walaupun tujuan kami adalah Punthuk Nepal, namun yang ada di pikiran mamak adalah warung makan. Karena mamak lapar, mamak terus memotivasi diri mamak dengan pikiran “ ayo naik sedikit lagi, mungkin ada warung di atas situ “. Tentunya sambil membayangkan menu combo ter”perfect” untuk dinikmati di udara dingin, apalagi kalau bukan secangkir kopi panas dan semangkuk mie instant rebus dengan telur dan taburan potongan cabe rawit. Tendangan dari organ pencernaan inilah yang memampukan mamak untuk terus mendaki.

Nepal Van Java Magelang
Beberapa spot foto di Nepal Van Java

Kopi with The View

Akhirnya, kami berhasil sampai di basecamp di dusun ini. Terima kasih untuk kaki-kaki setengah tua kami !

Disebut basecamp karena di tempat inilah para pendaki Gunung Sumbing berkumpul dan melapor sebelum mendaki ke puncak Gunung Sumbing. Dengan ketinggian 3371 mdpl menjadikan Gunung Sumbing adalah gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru dan Gunung Slamet. Untuk mencapai puncak, butuh sekitar 6-7 jam pendakian.

Tak terlukiskan kebahagiaan mamak dan teman-teman ketika sampai di basecamp karena ada beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman. Ini yang mamak harapkan ! Andaikan organ pencernaan memiliki bulukuduk, pasti sudah merinding karena terharu dan excited.

Hanya dalam hitungan menit mulut kami sudah lincah bergoyang mengunyah nasi ayam geprek . Iya, sarapan kami memang seberat itu.

Setelah suapan nasi terakhir , kami menyesap kopi panas kami sambil mengobrol dan mendengarkan cerita dari para pendaki yang baru saja kembali dari puncak . Dari cara mereka memandang kami mereka tidak mampu menyembunyikan kekaguman, mamak tau itu. “  Memang , kami cukup keren , di usia sekitar 50 kami masih mampu mendaki sampai sejauh ini “ pikir mamak dalam hati sambil menghabiskan kopi dan memandang pemandangan indah yang terhampar di depan jejeran warung di basecamp.

Sebelum kami melanjutkan perjalanan ke Punthuk Nepal , lagi-lagi kami dihadapkan dengan pilihan lanjut dengan berjalan kaki , atau dengan ojek hanya dengan membayar 20 ribu rupiah saja. Hhmm…pilihan yang menyenangkan , namun mempertaruhkan kredibilitas otot dan tulang kaki kami. Untunglah, karena otot kami adalah “ otot with the pride “ kami berhasil melawan godaan dan dengan gagah melanjutkan “ pendakian “ kami tetap dengan berjalan kaki.

Ditengah perjalanan , beberapa kali kami berpapasan dengan penduduk lokal yang sedang bekerja. Yang membuat kami kagum mereka adalah petani yang sudah lanjut usia, mungkin sepantar dengan kakek nenek kita. Wajah mereka renta penuh dengan kerutan, tetapi kaki mereka masih kuat untuk menapaki medan yang mendaki sambil punggung  mereka memanggul beban kayu atau rumput yang kadang membubung lebih besar dari ukuran tubuh mereka.

workers
Penduduk Dusun Butuh yang masih giat bekerja meski sudah lanjut usia

Sontak, kami manusia-manusia STW , setengah tua ini , merasa minder dan tertempelak ! Perasaan merasa keren tiba-tiba menguap begitu saja .

Anyway, akhirnya kami berhasil sampai di titik tujuan kami, Punthuk Nepal. Lagi-lagi ada warung kopi yang menyediakan berbagai minuman persachetan , rentengan snack 1000an, dan tentu saja makanan sejuta warung, Pop Mie.

Punthuk Nepal
Punthuk Nepal, titik tertinggi di Kampung nepal Van Java

Jangan ditanya bagaimana bahagianya mamak menikmati kuah hangat Pop Mie yang gurih di tengah udara dingin sambil memandang indahnya bentangan landscape perkebunan sayur dan pemukiman penduduk dengan kontur terasering .  Membuat mamak sesaat lupa dengan keriuhan Jakarta, tempat asal mamak dengan kepadatannya yang serapat gigi.

 Ada lagi keunikan yang mamak lihat di tempat ini. Para pendaki Gunung Sumbing bisa menggunakan jasa ojek untuk sampai di pos satu. Uniknya, dengan alasan keamanan ( menjaga keseimbangan ) mereka harus duduk di depan, dan bang ojek tetap mengendarai motor tapi dari jok belakang. Sebentar , sebentar, bagaimana ya cara mamak menjelaskan?

Mungkin foto di bawah ini bisa memberikan sedikit gambaran.

Ojek di Dusun Butuh
Penumpang duduk di depan

Beberapa dari mereka cuma bisa nyengir tertahan ketika mereka melewati mamak dan mamak tak mampu menahan tawa, ha..ha..ha..

Sungguh,mamak bertemu dengan orang-orang ramah dan menyenangkan di kampung ini.

Menginap di Homestay

Kalau ingin menginap untuk lebih mengeskplore kampung ini, dan ikut kegiatan keseharian warga , ada beberapa homestay yang tersedia berbaur dengan pemukiman penduduk.

Mamak melihat dan merasakan sendiri keramahan warga kampung ini . Mereka tak segan menyapa dan melempar senyum ketika berpapasan dengan siapa saja.

Pekerjaan utama penduduk dusun adalah bertani, namun sejak Dusun Butuh mulai dikenal sebagai Nepal Van Java di Magelang dan menjadi destinasi wisata yang mendapat cukup banyak pengunjung, penduduk dusun mulai melakukan pekerjaan sampingan dengan membuka warung makan, penginapan dan ojek motor. Mamak mengagumi cara mereka mengatur giliran mendapatkan penumpang dengan mengambil nomor urut. Tujuannya agar semua mendapat kesempatan yang adil untuk mendapatkan penumpang. Hal yang jarang mamak temui di kota besar, dimana biasanya semua saling sikut dan berebut.

Jika menginap, dan cuaca mendukung,  mungkin berkesempatan juga untuk menyaksikan megahnya matahari terbit. Coba tanya Bapak Menteri Sandiaga Uno, bagaimana indahnya sunsrise di Nepal Van Java. Ketika berkunjung ke kampung ini, beliau kemudian memutuskan untuk menginap di salah satu penginapan yang ada, dan tentu saja tidak melewatkan kesempatan memulai hari dengan memandang sunsrise sambil menyeruput kopi panas.

Siang hari, ketika kami menyadari bahwa badan kami mulai bau matahari seperti waktu kami masih duduk di sekolah dasar, kami tahu bahwa itu tanda saatnya untuk pulang. Terinspirasi dari cengiran sumringah para pendaki yang menggunakan ojek, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke parkiran menggunakan ojek karena  kami juga ingin merasakan kegembiraan yang dirasakan oleh para pendaki itu ( hanya yang berusia 40 tahun ke atas yang paham alasan kami yang sebenarnya ).

Tidak mahal, kami hanya perlu membayar 20 ribu rupiah saja untuk merasakan sensasi jantung turun ke perut ketika melaju dengan ojek menuruni jalan dengan kemiringan sedikit di bawah 90 derajat. Ternyata, rasanya seperti bola menggelundung !

Ojek Magelang
Kemiringan yang membuat pencernaan bercanda

Begitu sampai di parkiran, mamak dan teman-teman langsung merasa lapar. Bukan, bukan karena ngilu naik motor di jalan menurun, tapi karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.20 siang WIB. Artinya, waktunya makan siang.

Langsung, tancap gas Warung Kupat Tahu Pojok Magelang. Eh, ternyata di sana ketemu Bapak Menteri Basuki ! Sebenarnya, mamak pengen banget minta di traktir Pak Menteri, tapi nggak jadi karena takut di toyor orang sewarung. So, bisa foto bareng aja juga uda happy ..

Warung Kupat Tahu Pojok Magelang
Ketemu Pak Menteri Basuki di Warung Kupat Tahu Pojok Magelang

Yah elah mak , kayak gitu aja diceritain .

Maklum le, emak-emak kalo cerita emang gini, kudu detail, apa juga diceritain. Apalagi kalo cerita hal-hal yang menyenangkan, susah di stop.

Jovita

Hi, saya Jovita, welcome to my blog
Blog ini berisi tentang cerita perjalanan , petualangan, kisah hidup dan pemikiran-pemikiran pribadi saya sebagai seorang perempuan. Pernah berprofesi sebagai dosen, tapi akhirnya memilih untuk mengejar keinginan menjadi seorang penulis atau blogger.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *